Analisis Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A. Navis
Robohnya
Surau Kami: Konsep
Keseimbangan Beragama
Karya A.A. Navis
A.A. Navis telah menentukan tempatnya
sebagai seorang prosais Indonesia yang tajam dalan menyindir dan membedah
sifat-sifat manusia yang tamak, jahat, kejam, dan tak kenal belas kasihan, yang
dalam kehidupan sehari-hari hendak ditutupinya dengan ibadah, kesantunan, dan
kebaikan lewat cerpennya yang pertama diterbitkan dalam majalah kisah, yang berjudul Robohnya Surau Kami. Cerpen ini telah
dibukukan dan berisi 8 buah cerpen. (Rosidi, 1968: 156)
Robohnya Surau Kami merupakan suatu
sindiran terhadap orang-orang beragama yang menjalankan suruhan-suruhan Nabi
secara membuta, sehingga melupakan amal perbuatan duniawi. (Rosidi, 1986: 157)
Tidak salah jika Navis dikatakan
sebagai prosais yang pandai menyindir, karena apa yang diceritakan oleh Navis
berangkat dari kenyataan sehari-hari. Navis sendiri tidak ragu-ragu mengakui bahwa
cerpennya diilhami oleh yang didengar, dilihat, dialami, dan diamati di
sekelilingnya. Dalam otobiografinya, Navis menceritakan bahwa gagasan pertama
cerpen ini lahir dari olok-olok seseorang yang bernama sjafei tentang bagaimana
Tuhan memasukkan orang Amerika, Inggris, dan Belanda ke dalam surga setelah
menanyai mereka dan memasukkan orang Indonesia ke dalam neraka setelah Dia
menanyai mereka. Lalu gagasan itu diperjelas setelah melihat nasib buruk yg
menimpa surau tempat Navis mengaji waktu kecil di padang panjang, surau yang
sudah roboh.
***
Sinopsis
Cerpen Robohnya Surau Kami bercerita tentang seorang kakek yang menghabiskan
sisa hidupnya sebagai seorang penjaga surau (garin). Namun karena suatu
peristiwa, kakek penjaga surau itu meninggal, bunuh diri. Penyebabnya yaitu
karena kakek merasa tertekan kondisi
psikologisnya hanya gara-gara bualan dari Ajo Sidi. Ajo Sidi menceritakan
sebuah kejadian di akhirat, yaitu cerita mengenai seseorang bernama Haji Saleh.
Dalam cerita Ajo Sidi, Haji Saleh adalah seorang yang taat menjalankan agama
ketika hidup di dunia. Di akhirat, Haji Saleh serta orang-orang lainnya sedang
menunggu giliran untuk menerima penghakiman Tuhan untuk dimasukkan ke neraka
atau ke surga. Saat gilirannya tiba, Haji Saleh tanpa rasa takut menjawab
pertanyaan Tuhan tentang apa saja yang dilakukannya di dunia. Dengan percaya
diri ia berkata bahwa pada saat ia hidup di dunia, yang dilakukannya adalah
memuji dan menyembah Tuhan, serta menjalankan ajaran agama dengan taat. Namun,
Tuhan tidak memasukkan Haji Saleh ke surga, melainkan ke neraka. Di neraka,
Haji Saleh bertemu juga dengan teman-temannya di dunia yang ibadahnya juga
tidak kurang dari dirinya, bahkan ada juga orang yang sampai bergelar syekh.
Akhirnya, karena tidak terima dengan keputusan Tuhan, orang-orang di neraka
yang menganggap dirinya tidak pantas dimasukkan ke neraka itu melakukan aksi
unjuk rasa kepada Tuhan. Haji Saleh yang menjadi pemimpin dan pembicara bagi
mereka. Sekali lagi, Tuhan menanyakan kepada mereka apa yang telah mereka
lakukan di dunia. Mereka menjawab bahwa mereka semua adalah warga negara
Indonesia yang taat beragama, namun Tuhan tidak berkenan dengan jawaban mereka
karena selama hidup mereka hanya berdoa dan menyembah-Nya, tidak mempedulikan
keadaan sekitar, sehingga banyak kekayaan negara mereka sendiri yang diambil
oleh pihak asing, sedangkan anak cucu mereka sendiri hidupnya kekurangan.
Dari cerita Ajo Sidi itu, mungkin
kakek penjaga surau itu merasa tersinggung dan terpukul. Karena selama
hidupnya, kakek itu hanya menyembah dan memuji Tuhan, sampai-sampai tidak
memiliki istri serta anak cucu. Kakek itu kemudian merasa marah dan tertekan
lalu akhirnya memutuskan untuk bunuh diri.
***
Cerpen ini berlatar surau dan
sekitarnya. Surau yang hampir roboh, surau yang awalnya sangat teduh dan nyaman
untuk beribadah, namun kini menjadi sangat usang karena telah ditinggalkan oleh
sang penjaga surau.
“Jika tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai
gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh. Dan kerobohan itu
kian hari kian cepat berlangsungnya. Secepat anak- anak berlari di dalamnya,
secepat perempuan mencopoti pekayuannya. Dan yang terutama ialah sifat masa
bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak dijaga lagi.”
Latar tempat dalam cerpen ini juga
terjadi di akhirat, yaitu pada saat Haji Saleh sedang menunggu gilirannya untuk
diadili oleh Tuhan dalam cerita Ajo Sidi. Di neraka, Haji Saleh juga bertemu
dengan teman-temannya yang rajin beribadah selama di dunia sehingga mereka
berencana untuk berunjuk rasa kepada Tuhan karena telah memasukkan mereka ke
neraka.
Tokoh utama dalam cerita ini yaitu
kakek penjaga surau (Garin). Di sini kakek diceritakan sebagai orang yang
sangat rajin beribadah hingga melupakan urusan duniawi bahkan ia lupa pada anak
dan istri. Kakek diperankan sebagai tokoh protagonis, dia terkenal sebagai
penjaga surau yang ikhlas dan pengasah pisau yang tak pernah meminta upah
kepada yang menyuruhnya. Hidupnya hanya dari belas kasihan orang-orang yang
datang ke surau itu atau para wanita yang minta diasahkan pisaunya.
“Sebagai penjaga surau, kakek tidak
mendapat apa-apa. Ia hidup hanya dari sedekah yang dipungutnya sekali
se-jumat..”
Tokoh tambahan dalam cerita ini yaitu
tokoh Aku, Ajo Sidi, Haji Saleh, istri Ajo Sidi, dan istri tokoh Aku.
Tokoh aku adalah pencerita dalam
cerpen ini, sehingga sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang pertama
pelaku sampingan.
“Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan
datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis...”
Ajo Sidi di sini menjadi tokoh
antagonis. Dia adalah pembual yang menyebabkan kakek mati bunuh diri karena
merasa apa yang dia lakukan selama ini tidak sesuai dengan yang Tuhan inginkan.
Ia terlalu fokus beribadah hingga melupakan urusan duniawi.
“Tiba-tiba aku ingat kakek dan
kedatangan Ajo Sidi kepadanya. Apakah Ajo Sidi telah membuat bualan tentang
kakek?
Haji Saleh adalah tokoh rekaan dalam
cerita bualan Ajo Sidi. Haji Saleh oleh Ajo Sidi digambarkan karakternya mirip
sekali dengan kakek, hal ini yang membuat kakek merasa tersinggung dengan
cerita Ajo Sidi. Haji Saleh yang ahli ibadah di dunia dimasukkan ke neraka oleh
Tuhan karena melupakan urusan dunia.
“Aku beri Kau negeri yang kaya raya. Tapi kau malas. Kau hanya suka
beribadat saja karena ibadat tidak mengeluarkan peluh...”
Istri Ajo Sidi dan istri tokoh Aku
dalam cerita ini hanya menjadi pelengkap saja. Dalam arti tidak terlalu mempengaruhi
jalannya cerita.
Berdasarkan penyusunan peristiwanya,
plot yang digunakan dalam cerpen ini adalah plot regresif atau flash back.
Di sini tokoh aku sebagai pencerita menceritakan tentang surau di desanya yang
sekarang hampir roboh karena ditinggal mati penjaganya dan tidak ada lagi yang
mau merawat.
Tema sosial-religius menjadi tema
cerpen ini, bagaimana seseorang beribadah menjalankan agamanya dengan tidak
mengesampingkan kehidupan sosial.
Sudut pandang yang digunakan dalam
penceritaan adalah sudut pandang akuan taksertaan atau first person pheriperal. Tokoh aku dalam cerita hanya sebagai
pengantar tokoh lain yang lebih penting.
Judul Robohnya Surau Kami melambangkan suatu keruntuhan nilai-nilai agama
Islam yang selama ini dijaga oleh kakek. Rohonya surau itu seiring dengan
kematian kakek sebagai penjaga surau tempat nilai-nilai Islam bersemi,
kerobohan itu dipercepat dengan sikap masa bodo masyarakat sekitar terhadap
surau itu.
***
Dalam cerpen ini, A.A Navis ingiin
mengkritik orang-orang yang hanya sibuk beribadah sampai-sampai melupakan amal
duniawi.
A.A Navis menulis cerpen ini dengan
tidak membela kerobohan surau itu, karena baginya agama bukan hanya menyembah
Tuhan dengan tanpa henti, mengaji dan memuji Tuhan tanpa istirahat, tetapi
agama adalah mengamalkan hidup ini sebaik-baiknya.
***
Daftar
Pustaka
Kompas. Antologi Lengkap
Cerpen A.A Navis. 2005. Jakarta: Penerbit Buku Kompas
Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Rosidi, Ajip. Tjerita Pendek
Indonesia. 1968. Djakarta: PT. Gunung Agung
Sayuti, Suminto A. Berkenalan
dengan Prosa Fiksi. 2000. Yogyakarta: Gama Media
Wiyatmi. 2009. Pengantar
Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher
Comments
Post a Comment